Kontroversi terkait
Impor Solar sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun di tahun ini nilainya cukup tinggi yang mengakibatkan membengkaknya neraca dagang yang pada akhirnya mengalami defisit, terutama di Oktober kemarin. Impor solar sejatinya hanya sebuah metode untuk mengatasi kasus secara sementara bukan menyeluruh atau bergantung, karena jika hal ini dilakukan secara masif, maka akan sangat merugikan negara.
|
Impor Solar |
Menurut Arcandra, melihat volume impor tidak boleh hanya periode per bulan. Seharusnya, menilai kenaikan impor setiap tiga bulan. Sebagai contoh, impor Solar yang tercatat di Kementerian ESDM, pada Agustus mencapai 750 ribu barel per hari (bph). Lalu, di September turun menjadi 300 ribu barel per hari, dan melonjak di Oktober mencapai 750 ribu barel per hari. Jika dirata-rata, dalam tiga bulan itu impor sekitar 600 ribu per hari.
Rata-rata impor solar itu juga sama seperti yang terjadi pada awal tahun hingga Juni 2018. Impor solar rata-rata saat itu sebesar 400-600 ribu bph. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat impor Solar menurut Arcandra adalah waktu kedatangan. Jika impornya dari negara-negara Timur Tengah biasanya solar baru tiba di Indoensia dalam tempo waktu 1,5 bulan. Namun jika diimpor dari negara tetangga seperti Singapura bisa tiba dalam 10 hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar